Penahanan 9 Petani Saloloang Ditangguhkan: Mereka Tulang Punggung

EKSPRESI salah satu petani Saloloang usai dikeluarkan dari rutan Polda Kaltim saat di Office Menara Pandang, yang menjadi kantor bersama tim gugus tugas dan Forkompimda, Jumat 1 Maret. Foto: Hermon untuk apakabar.

apakabar.com, JAKARTA – Polisi menangguhkan penahanan sembilan petani Saloloang yang ditangkap buntut polemik lahan Bandara VVIP Ibu Kota Nusantara (IKN).

“Mereka telah keluar dari rutan Polda Kaltim dan pulang ke rumah masing-masing,” jelas Ketua Jaringan Pendamping Kebijakan dan Pembangunan (JPKP) Maret Samuel Sueken lewat keterangan tertulisnya, Sabtu pagi (2/3).

Samuel adalah orang yang memohon agar Polda Kaltim menangguhkan penahanan para petani Saloloang. Ia menjamin kesembilan petani ini bakal kooperatif. Hadir saat dibutuhkan penyidik, tak melarikan diri, hingga tidak menghilangkan barang bukti.

“Apabila mereka melarikan diri, saya siap bertanggung jawab,” jelas Samuel.

Ada juga sederet pertimbangan lain. Bahwa sejak penangkapan dan selama penyidikan juga mereka telah bersikap kooperatif.

Kemudian alasan mereka membawa sajam. Profesi sebagai petani penggarap yang dalam keseharian menuntut mereka selalu membawa senjata tajam.

Maka mereka bukan melakukan pengancaman ke petugas pembangunan bandara VVIP, melainkan sedang membangun pondok untuk beristirahat.

Pondok, kata Samuel, juga dibangun di lahan milik mereka sendiri yang terdampak oleh pembangunan bandara VVIP.

“Jadi sangat wajar apabila tersangka membawa senjata tajam ke kebun,” jelasnya.

Pertimbangan lain adalah proses verifikasi tanam tumbuh dan lahan yang sedang berjalan. Lahan inilah yang dipolemikkan petani Saloloang dengan pihak proyek bandara. Para petani sejatinya tak menolak ganti untung. Mereka hanya meminta penghitungan ulang. Agar nilai gantinya lebih sebanding.

Namun belum lagi dihitung ulang, sehari sebelumnya mereka lebih dulu ditangkap.

“Tersangka adalah tulang punggung keluarga satu-satunya untuk mencari nafkah. Mereka akan memenuhi kewajiban wajib lapor,” jelas Samuel.

Setelah dibebaskan, para petani Saloloang ini langsung bertemu dengan istri masing-masing. Jumat kemarin (1/3) mereka yang sebelumnya ditahan di rutan Polda Kaltim itu berupaya menemui Presiden Jokowi yang kebetulan baru saja mengunjungi IKN di Balikpapan.

Rencananya para istri tersangka mau curhat. Meminta perlindungan hukum dari presiden terkait tanah, tanam tumbuh. Dan meminta kepastian nasib suami mereka yang ditahan di Rutan Polda Kaltim.

Tetapi hal tersebut urung terjadi. Tiba-tiba ada permintaan dari kapolda agar tidak merepotkan dan membebani presiden lagi. Ia menjanjikan urusan masalah ini akan diselesaikan bersama oleh Pemkab PPU dan Polda Kaltim.

“Jika masalah ini sampai ke Presiden Joko Widodo, maka akan berakibat fatal bagi Kapolda dan Pj. Bupati PPU,” jelas Hermon dari JPKP.

Dikonfirmasi, Kabid Humas Polda Kaltim Kombes Pol Artanto membenarkan penangguhan penahanan petani Saloloang. Namun ia memastikan proses hukum terus berjalan.

“Betul 9 pelaku tersebut mendapatkan penangguhan penahanan dan proses hukum tetap berjalan terus,” jelas Artanto dihubungi apakabar.co.id.

Biar tak lupa. Polisi menangkap sembilan petani Saloloang pada Sabtu 24 Februari malam. Mereka ditangkap di tengah diskusi lahan yang digusur proyek pembangunan Bandara VVIP IKN.

Tak hanya pasal pengancaman saja, mereka juga dijerat dengan UU darurat (sajam) No 12 tahun 1951. Mereka dituduh mengancam petugas pembangunan bandara VVIP IKN dengan mandau.

 

Lihat postingan ini di Instagram

 

Sebuah kiriman dibagikan oleh Kabarin Lah! (@kabarinlahh)

Kesembilannya merupakan Kelompok Tani Saloloang di Pantai Lango. Mereka adalah Anton Lewi, Kamaruddin, Ramli, Rommi Rante, Piter, Sufyanhadi, Muhammad Hamka, Daut dan Abdul Sahdan. Mereka adalah pemilik lahan turun temurun. Di lahan mereka yang saat ini menjadi titik inti runway atau landasan pacu pembangunan bandara VVIP IKN.

“Dilakukan upaya hukum karena mereka mengganggu kegiatan pekerjaan proyek bandara dengan melakukan pengancaman membawa sajam kepada para pekerja di lapangan,” jelas Kapolres Penajam Paser Utara, AKBP Supriyanto dihubungi apakabar.co.id, baru baru tadi.

Agustina, kakak dari Kamaruddin, tak terima adiknya ditangkap. Sebab aparat bergerak tanpa surat perintah penangkapan. Surat penangkapan baru diberikan sehari setelahnya.

“Mereka bukan penjahat, mereka hanya petani sawit yang mencari makan dari kebun. Ada anak istri yang harus dinafkahi, tapi polisi menangkap seperti penjahat narkoba atau teroris begitu. Tidak ada surat penangkapan juga,” jelas Agustina.

Catatan redaksi: tulisan ini telah mengalami penyuntingan pada pukul 14.38. Terutama di bagian penambahan konfirmasi Kabid Humas Polda Kaltim. 

224 kali dilihat, 1 kunjungan hari ini
Editor: Fariz Fadillah

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *