apakabar.co.id, JAKARTA – Polisi membongkar bisnis konten asusila sesama jenis yang dijalankan seorang pemuda di Balikpapan, Kalimantan Timur.
Pria berinisial SD (20) itu ditangkap karena mengelola dua grup Telegram berbayar yang berisi video porno pria sesama jenis.
Dari bisnis ilegal ini, SD disebut meraup keuntungan hingga Rp5 juta setiap bulan.
Kapolresta Balikpapan, Kombes Pol Anton Firmanto, mengatakan kasus ini terungkap setelah laporan warganet tentang keberadaan grup LGBT yang menyebarkan video porno pria sesama jenis viral di media sosial pada awal Juli 2025.
Sehari kemudian, tepatnya 9 Juli, tim Satreskrim Polresta Balikpapan menangkap SD saat sedang makan malam di sebuah warung makan di kota itu.
“Yang bersangkutan mengelola dua grup Telegram bernama ‘Dead Privasi +18’ dan ‘Lokal Only’. Keduanya berisi konten asusila sesama jenis,” ungkap Anton dalam konferensi pers, Jumat (25/7/2025).
Untuk bergabung dalam grup, setiap anggota diwajibkan membayar—Rp50 ribu untuk grup ‘privasi’ dan Rp25 ribu untuk grup ‘lokal’. Polisi menyebut, SD aktif mempromosikan grup ini dan mewajibkan anggota merekrut pengguna baru sesama penyuka sesama jenis.
Tak hanya sebagai admin, SD juga diduga membuat sendiri sebagian konten yang ia sebar. Polisi menemukan 23 video asusila yang diduga berisi hubungan seksual antara SD dan pria lain.
Selain itu, ditemukan percakapan WhatsApp yang menunjukkan praktik janji temu untuk berhubungan badan.
“Dia menyebarkan video dan juga memproduksi sebagian konten. Ada bukti percakapan dan transaksi,” ujar Anton.
Dalam penggeledahan, polisi menyita barang bukti berupa satu unit iPhone, dua akun Telegram dengan total 74 pelanggan, satu akun Facebook bertajuk ‘Gay Bisek Kota Balikpapan’, 23 video asusila, enam tangkapan layar percakapan, serta bukti transfer pembelian video.
SD diketahui berdomisili di Balikpapan, bekerja sebagai karyawan swasta, dan tidak menyelesaikan pendidikan SMK. Anton memastikan bahwa SD bukan anak di bawah umur dan bertanggung jawab penuh atas perbuatannya.
Atas aksinya, SD dijerat dengan sejumlah pasal, antara lain Pasal 29 jo Pasal 4 Ayat 1 UU No. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi, Pasal 45 jo Pasal 27 Ayat 1 UU ITE, serta Pasal 6 UU No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
“Ancaman hukumannya bervariasi, mulai dari enam bulan hingga 12 tahun penjara, dan denda maksimal Rp6 miliar,” jelas Anton.
Ia menegaskan, polisi masih terus mendalami kemungkinan adanya pelaku lain atau jaringan serupa di Balikpapan.