NEWS
AMSI: Gugatan Rp200 Miliar Menteri Amran ke Tempo Ancam Kebebasan Pers
apakabar.co.id, JAKARTA – Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) menyatakan keprihatinan mendalam atas gugatan perdata yang diajukan Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman terhadap PT Tempo Inti Media Tbk (Tempo). Gugatan bernilai fantastis sebesar Rp200 miliar itu dinilai tidak hanya berlebihan, tetapi juga berpotensi mengancam kebebasan pers di Indonesia.
Gugatan tersebut telah terdaftar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan nomor perkara 684/Pdt.G/2025/PN JKT SEL pada 1 Juli 2025. Bagi AMSI, langkah hukum pejabat publik terhadap media dengan nilai gugatan sebesar itu menimbulkan kekhawatiran akan munculnya chilling effect, atau efek jera, bagi perusahaan media lain yang menjalankan fungsi kontrol sosial.
“Kami menghormati hak setiap warga negara untuk menempuh jalur hukum. Namun gugatan sebesar ini menunjukkan indikasi praktik SLAPP (Strategic Lawsuit Against Public Participation), yaitu upaya membungkam media melalui beban finansial yang sangat berat,” tegas Amrie Hakim, Ketua Bidang Advokasi dan Regulasi AMSI.
Kasus ini bermula dari unggahan sampul pemberitaan Tempo di akun media sosialnya, bertajuk “Poles-Poles Beras Busuk”, yang diunggah pada 16 Mei 2025. Pemberitaan tersebut kemudian dilaporkan ke Dewan Pers, dan proses mediasi telah dilakukan.
Tempo disebut telah mematuhi seluruh rekomendasi Dewan Pers, mulai dari mengganti judul poster, menyampaikan permintaan maaf, hingga memoderasi konten.
AMSI menilai, setelah proses penyelesaian di Dewan Pers tuntas, seharusnya sengketa tersebut tidak berlanjut ke ranah perdata. Langkah hukum Menteri Amran dianggap melanggar semangat Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, serta berpotensi menabrak jaminan konstitusional kebebasan pers sebagaimana diatur dalam Pasal 28 dan 28F UUD 1945.
Selain itu, gugatan bernilai Rp200 miliar tersebut dinilai tidak proporsional dan bertentangan dengan yurisprudensi Mahkamah Agung (MA) yang menegaskan bahwa ganti rugi perdata harus berdasarkan kerugian riil yang dapat dibuktikan, bukan klaim sepihak bersifat punitif.
“Nilai gugatan sebesar itu tidak masuk akal. Berdasarkan Yurisprudensi MA No. 864K/Sip/1973 jo. No. 459K/Sip/1975, ganti rugi harus sebanding dengan kerugian yang nyata, bukan bersifat menghukum atau balas dendam,” ujar Amrie.
AMSI juga mendesak Presiden Prabowo Subianto untuk mengingatkan jajaran kabinetnya agar menghormati kebebasan pers dan tidak menggunakan kekuasaan untuk menekan media. Di sisi lain, AMSI mendorong DPR RI agar menjalankan fungsi pengawasannya dan meninjau kembali pelaksanaan UU Pers, terutama dalam konteks perlindungan terhadap praktik SLAPP.
“Jika dibiarkan, gugatan semacam ini akan menjadi preseden berbahaya. Pejabat lain bisa meniru langkah serupa untuk membungkam kritik, dan media akan takut mengungkap isu publik yang melibatkan pejabat negara,” tambahnya.
AMSI menyerukan penyelesaian yang lebih konstruktif melalui dialog dan komunikasi terbuka antara pemerintah dan media, bukan melalui jalur konfrontatif.
Organisasi ini juga menegaskan komitmennya untuk terus mendampingi Tempo serta memantau jalannya persidangan, termasuk berkoordinasi dengan Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial.
“Kami berdiri bersama Tempo dan seluruh media yang menjalankan fungsi kontrol sosial dengan integritas. AMSI tidak akan tinggal diam terhadap upaya intimidasi sistematis terhadap perusahaan pers,” tutup Amrie.
Dengan sikap tegas tersebut, AMSI berharap gugatan ini menjadi momentum untuk memperkuat kembali komitmen terhadap kebebasan pers yang sehat, bertanggung jawab, dan berpihak pada kepentingan publik.
Editor:
RAIKHUL AMAR
RAIKHUL AMAR

