Hanif, Asa Masyarakat Adat Kalsel di Kabinet Prabowo-Gibran

Hanif Faisol Nurofiq menjadi asa baru masyarakat adat di Kalimantan Selatan mendapat pengakuan.

Hanif Faisol Nurofiq merapat ke Kertanegara, kediaman pribadi Prabowo Subianto, Senin (15/10). Foto via Radar

apakabar.co.id, JAKARTA – Penunjukan Hanif Faisol Nurofiq sebagai calon menteri menjadi angin segar bagi masyarakat Meratus, Kalimantan Selatan. Bertahun-tahun berjuang, pengakuan adat bagi mereka tak kunjung datang.

Nama Hanif tak asing bagi masyarakat Kalimantan Selatan. Sebelum menjabat Dirjen Planologi Kementerian Lingkungan Hidup, dulunya ia kepala dinas kehutanan Tanah Bumbu dan provinsi Kalsel.

Hanif menjadi satu dari 40-an calon menteri yang dipanggil Prabowo Subianto ke kediamannya, Kertanegara, Senin kemarin (14/10). Ia berpeluang menjadi menteri lingkungan hidup.

Aliansi masyarakat adat nusantara (AMAN) Kalimantan Selatan menyambut baik rencana penunjukan Hanif Faisol, “Jika dia jadi, maka harapan kita segera mendapatkan pengakuan dan perlindungan serta penetapan baik di tingkat kabupaten hingga provinsi semakin terbuka,” jelas Ketua AMAN Kalsel, Rubi Juhu, dihubungi apakabar.co.id, Selasa (15/10) pagi.

Begitupun hutan adatnya. Sampai saat ini, menurut Rubi, belum ada penetapan sama sekali, serupa dengan provinsi tetangga lainnya di Kalimantan. Artinya, pemerintah belum mengakui secara hukum masyarakat adat yang berdiam diri di Meratus jauh sebelum republik ini berdiri.

Pada 8 Agustus 2023, Kementerian Lingkungan Hidup menetapkan status 15 hutan adat seluas ± 68.326 di Kabupaten Gunung Mas, Provinsi Kalimantan Tengah.

Hutan adat Hemaq Beniung seluas 48,8 hektare di Kutai Barat Kalimantan Timur. Hutan Adat Teringkang di Dusun Seberuak, Desa Gunam, Kecamatan Parindu, Sanggau, Kalimantan Barat. Hutan Adat Punan Dulau di Kabupaten Bulungan Provinsi Kalimantan Utara, serta hutan-hutan adat lainnya di Kalimantan.

“Dalam pemanfaatan sumber daya alam dan kebijakan seperti Geopark atau usulan taman nasional, pemerintah harus melibatkan masyarakat adat sebagai masyarakat yang mendiami wilayah Pegunungan Meratus secara turun temurun,” jelasnya.

Karenanya, ia merasa masyarakat adat Meratus di Kalimantan Selatan masih belum merasakan keadilan. “Jauh tertinggal dari provinsi lain baik dari satu Borneo karena belum ada penetapan masyarakat dan hutan adat,” jelasnya.

Sebenarnya saat ini sudah mulai ada pengakuan. Contohnya di Tanah Bumbu. Baru-baru tadi, Bupati Zairullah Azhar mengeluarkan SK masyarakat adat. Dengan luas wilayah 20 ribu hektare. “Tapi di tingkat provinsi belum,” jelas Rubi.

“Sekali lagi. Ini soal komitmen, termasuk di Kabupaten HST itu sendiri,” sambung pemuda asal Juhu, Meratus, Kabupaten Hulu Sungai Tengah ini.

Sedianya, Kalsel sendiri memiliki potensi seluas 263 ribu hektare masyarakat adat. Tersebar pada 237 titik wilayah adat di Bumi Lambung Mangkurat, sebutan Kalsel.

Mulai dari Balangan, Banjar, Tabalong, Tapin, Hulu Sungai Tengah, Hulu Sungai Selatan, dan Kotabaru. Masyarakat di sana umumnya masih mempertahankan budaya kearifan lokal, seperti bercocok tanam dan menggelar ritual adat.

“Kemungkinan daerah lain juga menyusul,” ujar Rubi.

Sudah sejak dua tahun silam, potensi wilayah adat seluas ratusan ribu hektare itu diusulkan masyarakat ke Pemprov Kalsel. Namun sampai saat ini belum ada realisasi.

“Ini perjuangan kami menjaga tanah lelulur khususnya di Pegunungan Meratus. Agar terus lestari dari kerusakan lingkungan. Salah satunya ancaman eksploitasi batu bara,” jelas Rubi.


Masyarakat Dayak Meratus menyiapkan sajian saat aruh (ritual) Bawanang (pesta panen padi) di Balai Adat Dusun Bayawana, Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan, Sabtu (17/7/2021)malam. Mereka bersyukur dari hasil panen padi yang melimpah pada tahun ini dan mempertahankan tradisi adat budaya Dayak Meratus serta penyampaian doa dan harapan. Foto: Antara/Bayu

Lantas apa persoalan terbesarnya? UUD 45 Pasal 18B ayat 2 sudah mengamanahkan negara harus mengakui menghormati masyarakat adat dan hak-hak tradisionalnya. Menurut Rubi, sekali lagi adalah komitmen pemerintah.

“Kembali, ini persoalan komitmen pemerintah provinsi yang abai, padahal secara produk hukum sudah ada Perda Provinsi Kalimantan Selatan tentang Pengakuan Masyarakat Adat No 2 tahun 2023. Bahasa tokoh di Meratus singgaja ditinggalkan,” jelasnya.

Lalu apa yang bisa dilakukan Hanif semisal benar ditunjuk Prabowo sebagai Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan?

“Dia orang Kalsel harus memberikan dampak positif kepada masyarakat Kalsel, terutama bidang lingkungan, hutan dan tentunya keberatan masyarakat adat yang tinggal di Pegunungan Meratus secara turun temurun dengan budaya’ dan kearifan yang berpegang teguh kepada pertanian sebagai penopang kehidupan dan hutan,” jelasnya.

332 kali dilihat, 1 kunjungan hari ini
Editor: Fahriadi Nur

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *