Tragedi Muara Kate, Mengapa PT MCM Bisa Hidup Kembali?

Setelah gagal menggempur Meratus, PT MCM rupanya masih mengantongi izin. Bahkan sampai 2034 mendatang.

Sudah sepekan warga mendirikan posko untuk menghalau setiap angkutan truk batu bara yang melintasi wilayah mereka.

AKTIVIS Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) heran dengan kemunculan PT Mantimin Coal Mining (MCM). Sejatinya izin operasi raksasa tambang satu ini sudah dikandaskan oleh Mahkamah Agung.

“Berarti pemerintah telah mengingkari putusan Mahkamah Agung dengan tidak mencabut izin PT MCM,” jelas Direktur Walhi Kalimantan Selatan, Kisworo Dwi Cahyo kepada apakabar.co.id, Minggu (17/11).

MCM, kata Kisworo, dari dulu memang bermasalah. Pada 2017, MCM bahkan berniat menambang Meratus di Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST). Padahal Meratus adalah bentang alam satu-satunya sisa penyangga ekologi Kalimantan Selatan di saat daerah lain sudah dijamah tambang.

Rencana eksploitasi MCM di Meratus terendus setelah menteri ESDM menerbitkan surat keputusan (SK) bernomor 441.K/30/DJB/2017. SK yang dikeluarkan Ignasius Jonan, Menteri ESDM kala itu memberi lampu hijau bagi PT MCM.

Tak tanggung-tanggung izin produksi yang diberikan Jonan ke MCM mencakup tiga kabupaten sekaligus, Balangan, Tabalong, hingga HST. Total konsesinya mencapai 5.908 hektare.

Luas Kalimantan Selatan mencapai 3,7 juta hektar. Namun hampir 50 persen wilayahnya sudah terbebani izin tambang dan perkebunan sawit, kayu dan HPH. Jika Meratus ditambang, Walhi kuatir hanya akan merusak fungsi aquifer atau sumber air alami warga se-Bumi Lambung Mangkurat.

Setahun kemudian atau pada 28 Februari 2018, Walhi bersama-sama masyarakat Kalimantan Selatan memutuskan menggugat PT MCM dan Menteri ESDM Jonan ke PTUN Jakarta. Namun gugatan mereka kandas di PTUN.

Walhi tak menyerah. Kasasi diajukan ke Mahkamah Agung. Beruntung, hakim mahkamah menilai tindakan Menteri ESDM mengeluarkan SK izin operasi MCM di Meratus telah melanggar hukum. SK pun dibatalkan.

PT MCM bukannya diam saja. Diam-diam mereka mengajukan peninjauan kembali (PK). Namun pada 4 Februari 2021, Mahkamah Agung tetap menolak upaya PK dari PT MCM.

Implikasinya, izin tambang PT MCM menyusut. Wilayah Kabupaten HST dikeluarkan dari peta daerah konsesi MCM. Praktis, izin tambang PT MCM hanya tersisa di Kabupaten Tabalong dan Balangan saja.

Detailnya, sesuai SK Menteri ESDM Nomor 4.K/MB.05/DJB.B2021 sampai 25 Desember 2034, total luas izin tambang MCM hanya tersisa 3,944 hektare.

Wilayah konsesi PT MCM mencakup dua kabupaten sekaligus. Foto: Dok.Walhi

Namun Kisworo heran. Mengapa pemerintah tidak mencabut izin PT MCM dan justru mengeluarkan SK baru untuk PT MCM hingga 2034.

“Ini modus pemerintah menghidupkan MCM lagi dengan mengeluarkan nomor SK yang baru,” jelas Kisworo.

Sampai hari ini MCM pun terus menambang batu bara di Balangan dan Tabalong.

Truk-Truk Bermunculan 

Masalah mulai muncul ketika truk-truk angkutan batu bara yang diduga berasal dari PT MCM menggunakan jalan raya di Kalimantan Timur. Kemunculan truk-truk pengangkut emas hitam ini memicu keresahan warga se-Kabupaten Paser. Desember 2023, misalnya, selama dua hari warga Desa Batu Kajang memblokir dan menghadang konvoi truk batu bara.

Warga sudah meminta truk untuk tidak melintasi desa mereka. Bukannya mendengar, puluhan truk tetap memaksa melintasi jalan umum dengan menabrak portal penjagaan serta barisan warga yang sedang mengadang. Puncak kemarahan warga terjadi ketika seorang pendeta bernama Veronika tewas terlindas truk batu bara, Oktober 2024.

Sejak itu gelombang penolakan makin bermunculan. Sampai akhirnya warga di Muara Kate sepakat mendirikan sebuah posko di tepi jalan penghubung Kalimantan Selatan-Kalimantan Timur. Mereka menduga truk-truk ini berasal dari konsesi PT MCM di Kalimantan Selatan.

Secara tiba-tiba, penyerangan di pagi buta terjadi ke posko warga pada Jumat 15 November 2024. Seorang pemangku adat bernama Rusel, 60 tahun, yang sedang tertidur pulas tewas akibat luka sabetan. Satu warga lainnya Anson (55) sampai hari ini kritis akibat luka tusuk di leher. Operasi besar telah dilakukan tim medis kemarin. Namun Anson masih tak bisa berbicara.

“Polisi harus menjaga keselamatan satu-satunya saksi ini,” jelas tokoh adat Dayak Mei Christy yang sejak awal mendampingi warga dihubungi apakabar.co.id, Minggu (17/11).

Warga pun menduga serangan ini berkelindan erat dengan aksi protes mereka. Dugaan senada juga diendus Jaringan Advokasi Tambang (Jatam). Diduga PT MCM menjadi aktor di balik penyerangan.

Dinamisator Jatam, Mareta Sari meminta pemerintah dan kepolisian setop bersikap abai. Peraturan daerah nomor 10 tahun 2013 telah dibuat Pemerintah Kalimantan Timur guna melarang setiap truk batu bara menggunakan jalan publik.

“Hentikan truk batu bara yang menggunakan jalan umum sekarang juga, dan segera sanksi perusahaan,” jelas Mareta kepada apakabar.co.id.

Nyawa Rusel dan Veronika sudah melayang. Mareta amat berharap dalang semua masalah ini benar-benar terungkap. “Tangkap aktor intelektualnya,” sambungnya.

Konsesi PT MCM memang di Kalimantan Selatan. Namun mengapa truk-truk mereka justru lalu lalang di Kaltim? Sampai detik ini apakabar.co.id masih berupaya menghubungi PT MCM.

Hasil penelusuran sementara, itu dilakukan demi menghemat ongkos. PT MCM nekat melintasi jalan raya di Kaltim ketimbang harus ke Banjarmasin. Hanya ada dua pilihan bagi MCM mendistribusikan hasil tambang mereka, yakni ke Banjarmasin atau ke Desa Rangan Kabupaten Paser.

MCM bermarkas di Tabalong. Jarak antara Tabalong ke Banjarmasin mencapai 247 kilometer. Sedangkan jarak ke Rangan hanya 129 kilometer saja. Sampai hari ini MCM belum memiliki jalan hauling. Diduga lantaran izin penggunaan kawasan hutan menuju Rangan belum juga terbit. Pelabuhan di Desa Rangan terendus masuk cagar alam Teluk Adang.

Cost operasional mereka jelas meningkat kalau mereka menggunakan jalur ke jetty di Kalsel. Makanya memilih Kaltim,” ujar Mei Christy.

Ketua Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Kalimantan Timur Saiduani Nyuk juga mendorong pemerintah bersikap berani. Kondusifitas masyarakat juga bergantung pada profesionalitas polisi.

“Satu nyawa lebih berharga daripada satu izin perusahaan,” kata Duan.

Klaim Tak Lepas Tangan

Serentetan pertemuan lalu digelar oleh pemerintah hingga kepolisian merespons tragedi Muara Kate. Sejatinya, kata Pjs Bupati Paser, Syirajudin sejak Oktober 2024 sudah ada kebijakan menghentikan sementara penggunaan jalan negara untuk angkutan batu bara.

Namun MCM memohon agar kembali diizinkan beraktivitas. Dengan komitmen mematuhi arahan, petunjuk dan rekomendasi pemerintah Paser. Alih-alih tegak lurus, pemerintah justru mengarahkan agar PT MCM melakukan sosialisasi ke masyarakat.

“Bicara kewenangan sesuai dengan aturan, memang Kabupaten Paser tidak memiliki hak untuk mengatur hal tersebut. Namun, atas dasar asas kemanusiaan, Pemerintah Kabupaten Paser memiliki kewenangan untuk menjaga kondusifitas masyarakat,” ungkap Syirajudin, dikutip dari Facebook resmi Pemkab Paser, Minggu (17/11).

Lalu sejauh mana proses penyelidikan? Kapolda Kaltim Inspektur Jenderal Nanang Avianto memastikan anak buahnya terus bekerja. Ia meminta masyarakat percaya penuh ke polisi dan tetap menjaga kondusifitas wilayah.

“Kami masih penyelidikan, tim Polda juga dari awal sudah backup termasuk semua kekuatan peralatan IT kita kerahkan ke Paser,” kata jenderal bintang dua ini, via seluler, Minggu sore (17/11).

Komisioner Komnas HAM periode 2017-2022, Hairansyah kemudian meminta pemerintah dan aparat terus tak ragu melindungi hak masyarakat. “Ini menjadi tragedi yang menimpa para pembela hak asasi manusia (HAM). Para korban yang aktif memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat secara jelas dilindungi oleh undang-undang,” kata Ancah.

 

Lihat postingan ini di Instagram

 

Sebuah kiriman dibagikan oleh Kabarin Lah! (@kabarinlahh)

1,376 kali dilihat, 387 kunjungan hari ini
Editor: Fariz Fadillah

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *